Dari hasil monitoring dan penertiban alat dan perangkat telekomunikasi yang digelar Kementerian Kominfo, ditemukan adanya perangkat repeater ilegal yang berakibat pada gangguan jaringan telekomunikasi.
Menurut laporan hasil monitoring itu, XL Axiata mengalami gangguan di Jakarta pada 2011, diikuti Hutchison 3 Indonesia (Tri) di Medan pada 2012. Setahun berikutnya, Telkomsel, XL, Indosat, dan Smartfren Telecom, di Jakarta dan sekitarnya, Surabaya, Surakarta, Medan, dan Denpasar.
Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Muhammad Budi Setiawan mengatakan bahwa pelemahan sinyal terjadi sejalan dengan peningkatan pengguna ponsel di daerah tersebut, peningkatan bangunan. Pelemahan sinyal dapat menyebabkan pengguna seluler tidak dapat menggunakan layanan telekomunikasi.
"Memasang repeater sendiri itu tidak dibenarkan karena itu membutuhkan rekomendasi dari pemerintah. Ada spesifikasi tertentu dan hanya operator yang diizinkan untuk memasangnya," ujarnya di gedung Kominfo, Jakarta, Rabu (18/12/2013).
Budi menjelaskan bahwa alat repeater dijual seharga sekitar Rp 2 juta per unit dan beredar luas di situs internet tertentu. Untuk itu, pemerintah berupaya membatasi peredaran alat itu supaya tidak dipakai sembarang. Pihaknya mencatat ribuan repeater ilegal terpasang.
Dengan repeater ilegal, gangguan layanan dapat memperburuk citra operator di mata pelanggan. Operator juga dirugikan karena mereka harus mengeluarkan investasi tambahan untuk mengganti repeater ilegal tadi.
Payung hukumnya adalah UU Telekomunikasi No 36/1999. Dalam pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, atau digunakan di Indonesia wajib berdasarkan izin pemerintah.